Pernahkah kalian terbangun dari tidur dan merasa ingin buang air kecil?
Ketika itu pukul 02.30, cuaca masih terlalu dini bagi kalian untuk bangun. Hanya karena ingin buang hajat, kalian merelakan mimpi indah kalian. Setelah itu kembali meringkuk diselimut yang hangat.
Atau pernahkah kalian terbangun karena mimpi buruk?
Jam menunjukkan masih pukul 02.00 pagi saat kalian membuka layar handphone kalian. Dan berpikir, waktu subuh masih lama.
Tahukah kalian, bahwa itu semua tidak hanya sekedar rutinitas metabolisme tubuh saja. Atau bunga tidur yang bisa kita abaikan begitu saja. Itu merupakan kode rahasia, yang hanya orang-orang tertentu saja mau mengambilnya. Sebagian besar, mengabaikannya. Cara mengabaikannya pun bermacam-macam. Ada yang memilih tidur lagi, ada pula yang melanjutkan dengan aktivitas yang kurang bermanfaat. Seperti menonton tv misalnya. Padahal, waktu saat kalian terbangun sebelum subuh di saat pagi mulai merangkak naik, adalah waktu mustajab. Diangkatnya doa-doa dan harapan-harapan manusia yang tenggelam dalam sujudnya.
Waktu tahajud, merupakan saat yang tepat bagi kita untuk bermunajat kepada Allah. Menumpahkan semua keluh kesah menjalani kehidupan. Mengurai benang-benang kusut problematik kehidupan dihadapan Rabb Semesta Alam. Disaat semua orang terlelap dalam mimpi-mimpinya. Frekuensi doa kian sedikit, semakin kuatlah frekuensi doa kita diijabah.
Rasulullah saw. bersabda: “Apabila tersisa sepertiga dari malam hari Allah ‘Azza wa Jalla turun ke langit bumi dan berfirman, ‘Adakah orang yang berdoa kepada-Ku akan Kukabulkan? Adakah orang yang beristigfar kepada-Ku akan Kuampuni dosa-dosanya? Adakah orang yang mohon rezeki kepada-Ku akan Kuberinya rezeki? Adakah orang yang mohon dibebaskan dari kesulitan yang dialaminya akan Kuatasi kesulitan-kesulitannya?’ Yang demikian (berlaku) sampai tiba waktu fajar (subuh).” (HR. Ahmad)
Kode ini terlalu berharga untuk kita lewatkan. Terlampau sombong jika kita abaikan. Tentu ini menjadi pengingat bagi penulis khususnya, bagaimana mungkin saat kode-kode itu menghampiri kita, sedang kita abai untuk menyambutnya. Bayangkan ketika kalian bertamu dirumah seseorang yang jauh tapi sang tuan rumah tak menyuguhkan seteguk air pun. Bahkan ketika kalian sudah menyindirnya dengan kode-kode sekali pun. “Hari ini panas ya, jadi kering tenggorokan”, “Eheeem.. hauuuss”. Dan dia masih dengan wajah tanpa dosa tersenyum-senyum tak mengerti. Tentu kesal.
Atau coba kalian tanyakan kepada ibu kalian ketika mengandung kalian. Orang hamil tahu bagaimana kesalnya ketika menginginkan sesuatu, sebutnya saja ‘ngidam’. Dan sang suami tak peka dengan apa yang diinginkan, disitulah muncul rasa kesal. Tentu Allah tidak bisa disamakan dengan makhluk-Nya. Ada jutaan kasih sayang dan ampunan untuk makhluk-Nya. Dan barangkali ada jutaan kesempatan diberikan untuk menutup kesempatan yang telah disia-siakan makhluk-Nya. Hanya jika kita sebagai manusia bisa begitu kesal, mengapa kita tidak menyambut kesempatan yang telah Allah berikan itu?
Bukan untuk Allah kita bersujud di sepertiga malam. Bahkan Allah tak membutuhkan semua ibadah-ibadah kita. Allah sudah terlampau mulia untuk itu. Tapi, siapa kita sampai berani mengabaikan-Nya? Kita yang butuh, karena kitalah yang makhluk.
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (saja). Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh” (QS. Adz Dzariat: 56-58)
Ditulis oleh GA.