Jika kita ingin memulai suatu perjalanan, tentu banyak hal yang kita persiapkan. Mulai dari pakaian, rencana tinggal, camilan, passport dan visa, tiket serta roadmap. Semua itu kita lakukan agar perjalanan kita berjalan dengan lancar. Perencanaan yang matang akan memudahkan perjalanan kita. Segala kemungkinan terjadi sepanjang perjalanan kita. Oleh karenanya penting bagi kita memiliki sejumlah rencana, baik rencana utama maupun cadangan.
Begitupula ketika kita menghadapi bulan Ramadan. Sebuah perjalanan selama 30 hari yang besar dan banyak manfaat didalamnya. Rugi rasanya jika sepanjang Ramadan itu, kita hanya berleha-leha dan bermalas-malasan sekedar menunggu buka puasa. Banyak ibadah yang bisa kita lakukan, tapi lewat begitu saja karena kita tidak pernah mempersiapkannya.
Sepanjang tahun di penghujung Ramadan kita selalu berdoa, Allahumma bariklana fi rajabana wa sya’bana wa balighna ramadhaan, “Ya Allah berkahilah kami di bulan rajab dan sya’ban, dan pertemukanlah kami kembali dengan bulan Ramadan”. Doa itu selalu berulang, tapi terkadang banyak di antara kita yang lupa mempersiapkanya mulai dari rajab dan sya’ban. Lalu apa yang harus dipersiapkan? Bukankah setiap tahun kita selalu puasa Ramadan? Apa bedanya?
Pertanyaan ini keluar dari sikap kita yang menjadikan Ramadan sebagai rutinitas biasa. Tidak menganggap suatu hal yang spesial. Sehingga antusiasme dalam menyambutnya pun biasa saja. Padahal banyak keutamaan di bulan Ramadan. Mulai bulan diturunkannya Al-Qur’an, bulan yang penuh dengan ampunan, bulan dimana doa-doa dikabulkan, pahala yang berlimpah dan lain sebagainya. Maka, rugilah orang yang menyepelekan Ramadan. Karena, belum tentu di tahun yang akan datang, bertemu Ramadan kembali.
Persiapan kita mulai dibulan rajab, dua bulan sebelum Ramadan. Dalam qur’an surat at-taubah ayat 36 dijelaskan, “Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu,”.
Rajab merupakan awal langkah kita dalam mempersiapkan Ramadan. Dengan menjauhi perbuatan maksiat yang menzalimi diri sendiri. Sebagaimana yang ditekankan dalam surat at-taubah ayat 36 agar kita tidak menzalimi diri sendiri. Mengingat rajab termasuk bulan haram, dimana kita diharamkan untuk melakukan tindakan-tindakan maksiat dan pertumpahan darah. Meski begitu tidak berarti bulan yang lain dibolehkan bermaksiat.
Dalam Hadis riwayat Bukhari no. 3197 dan Muslim 1679 dijelaskan bahwa Rasulullah bersabda, “Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Diantaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi) adalah Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil akhir dan Sya’ban”
Oleh karenanya, rajab adalah momentum bagi kita untuk memperbanyak amal shalih. Dengan melakukan shalat malam, sedekah, membaca Al-Qur’an, puasa sunah dan sebagainya. Meski demikian tidak ada riwayat atau hadis shahih yang menerangkan amalan-amalan khusus di bulan rajab. Bukan berarti kita tidak boleh beribadah dibulan rajab ini. Justru di bulan ini kita diperbolehkan beribadah dengan mengharapkan ridho Allah.
Coba deh challenge dirimu sendiri mulai di bulan rajab ini. Dengan membayar hutang puasa jika masih ada, mengkhatamkan qur’an selama satu bulan ini dan qiyamul lail minimal 2 raka’at satu pekan. (AG)