Suara hoot burung hantu beralih menjadi suara cuitan burung-burung kecil yang menyambut hari. Raeth masih terlelap di Laboratoriumnya. Suara-suara burung tidak mungkin bisa membangunkannya. Laboratoriumnya berada di bawah tanah. Dirinya terlelap akibat kelelahan.
TAP! TAP!
Suara langkah kaki muncul dari balik pintu Laboratorium. Dia memutar knop pintu dan membukanya. Dia berjalan mendekati Raeth yang tertidur di meja laboratorium. Tangannya menyentuh bahu Raeth, berusaha membangunkan yang tertidur.
“Raeth? Raeth. Bangun, sudah pagi.” Ucapnya.
“Raeth!” kali ini ia berteriak. Namun tetap saja Raeth tidak bergeming. Wajah datarnya mengernyitkan alisnya bingung. Tidak biasanya ia tertidur di Laboratorium.
Dia mencoba menaruh punggung tangannya di dahi Raeth. Reflek ia menarik kembali tangannya. Panas. Gawat. Adiknya demam. Panik, dia segera menggendong Raeth ke kamarnya.
Pemuda berambut mahoni itu bergegas membuka pintu kamar bernuansa merah putih itu. Ia merebahkan Raeth di ranjang dan menyelimutinya. Ia pun bergegas mengambil segayung air dan handuk kecil. Ia membawanya kembali ke kamar.
Ia sedikit panik. Ia duduk di samping Raeth. Tangannya meletakkan handuk kecil yang basah di kepala Raeth. Di rumah tidak ada siapa-siapa kecuali dirinya dan Raeth. “Sial, Kak Reith sedang sibuk, Ayah dan Ibu juga sedang di luar negeri.” Ia berdiri dari posisi duduknya di bibir ranjang.
Ia bergegas meraih ponselnya di kamar miliknya. Ingin menghubungi orang terdekat selain keluarganya. Ponselnya berdengung, menunggu lawan bicaranya mengangkat.
“Haloo, Ethan! Apa kabar? Tumben pagi-pagi telepon, nih.” Sapaan riang terdengar dari ponselnya.
“Kenapa? Mau jalan bare-“
“Ke rumahku sekarang juga, tolong.”
“He? Ap-“
TUT.
“Yah, kok diputus, sih?” Lawan bicara itu menggerutu.
“Apa-apaan, Ethan main putus telepon.”
Sambungan dimatikan dari Ethan. Lawan bicaranya masih kebingungan. Ia menggembungkan pipinya kesal. Sebenarnya ia sedikit cemas dengan Ethan. Nada bicaranya tadi terdengar panik. Apalagi ia mengatakan ‘tolong’ di akhir ucapannya. Ia bergegas memakai jaketnya dan menuju rumah Ethan.
–Bersambung–
Karya: Humaira Azmi Sulthoni / Peserta Ekstrakulikuler Kepenulisan